Negara Setengah Merdeka
Ditulis Oleh : Afrizal
Indonesia negeri dengan berjuta cerita perjuangan, berdiri dan diakui dunia pada 17 Agustus 1945. Hari itu, sebuah bangsa lahir dari darah dan air mata para pejuang yang tak rela rakyat kecil hidup dalam penderitaan akibat penjajahan bangsa asing.
Sebelum kemerdekaan diproklamasikan, tanah Nusantara telah lama menjadi ladang konflik dan eksploitasi. Kerajaan-kerajaan besar yang pernah berjaya diadu domba hingga tercerai-berai. Penjajah datang silih berganti dari Portugis, Belanda, hingga Jepang membawa ambisi menguasai dan mengeruk kekayaan alam Nusantara yang melimpah.
Namun sejarah mencatat, bangsa ini tidak tinggal diam. Muncul para pejuang yang rela meninggalkan keluarga dan kenyamanan, turun ke medan perang dengan satu tekad: kemerdekaan. Mereka tak hanya melawan senjata penjajah, tetapi juga pengkhianat dari bangsa sendiri yang menjual negeri demi kekuasaan dan kekayaan.
17 Agustus 1945, dua tokoh besar bangsa, Soekarno dan Hatta, membacakan Proklamasi Kemerdekaan. Kata “Merdeka!” menggema dari Jakarta ke seluruh pelosok Nusantara. Tapi apakah kita benar-benar telah merdeka?
Kemerdekaan: Simbol atau Realita?
Sudah lebih dari 80 tahun negeri ini berdiri. Namun, banyak rakyat yang merasa bahwa kemerdekaan sejati belum mereka rasakan. Kata “merdeka” masih sering hanya menjadi slogan yang digaungkan setiap 17 Agustus, bukan realita yang hidup dalam keseharian masyarakat.
Hari ini Indonesia adalah negara merdeka secara hukum dan kedaulatan, tapi belum sepenuhnya merdeka secara sosial, ekonomi, dan budaya. Dalam kenyataannya, sebagian besar kekayaan negeri ini masih dikuasai oleh asing, melalui perjanjian investasi yang kerap merugikan rakyat. Ironisnya, semua itu bisa terjadi karena ada pihak dari dalam negeri sendiri yang dengan sengaja membuka pintu lebar-lebar bagi kepentingan luar.
Pengkhianatan dan Hilangnya Kedaulatan
Pengkhianatan terhadap cita-cita kemerdekaan bukan lagi hal tersembunyi. Banyak kebijakan yang tidak berpihak kepada rakyat. Banyak pemimpin yang lebih mementingkan kekuasaan dan keuntungan pribadi dibandingkan nasib bangsanya sendiri. Mereka rela menjual tanah, air, dan sumber daya Indonesia ke pihak asing dengan dalih pembangunan dan investasi.
Padahal, konstitusi kita telah menegaskan dalam Pasal 33 Ayat 3 UUD 1945:
"Bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.”
Jika pasal ini dijalankan dengan sepenuh hati, Indonesia tidak hanya akan menjadi bangsa besar, tapi juga bangsa yang berdiri tegak di atas kakinya sendiri berdikari.
Bangsa Besar, Tapi Dianggap Kecil
Ada pula yang berkata: "Bangsa ini tidak punya orang hebat untuk mengelola negaranya sendiri.”
Pernyataan ini adalah bentuk nyata dari mentalitas terjajah. Bagaimana mungkin sebuah bangsa yang melahirkan tokoh-tokoh besar, ilmuwan hebat, pengusaha tangguh, dan pemuda berprestasi disebut tidak mampu mengelola negerinya?
Kita tidak kekurangan orang hebat. Yang kita kekurangan adalah keberanian untuk memberi mereka ruang. Terlalu banyak anak bangsa yang mumpuni, namun diabaikan karena tidak tunduk pada kekuasaan atau tidak terafiliasi dengan kepentingan elit.
Kemerdekaan Sejati Masih Jauh
Negara ini tidak seharusnya menjadi “Negara Setengah Merdeka.” Kemerdekaan sejati adalah ketika rakyat bisa hidup layak tanpa takut lapar, ketika anak-anak bangsa bisa belajar tanpa harus membayar mahal, ketika hasil bumi dikelola sendiri untuk kepentingan rakyat banyak. Kemerdekaan sejati adalah ketika kebijakan dibuat demi kemaslahatan bersama, bukan demi keuntungan segelintir orang.
Perjuangan belum selesai. Merdeka dari penjajahan fisik adalah awal. Tapi merdeka dari ketergantungan, kemiskinan, kebodohan, dan pengkhianatan adalah medan juang hari ini.
Mari kita lanjutkan perjuangan itu. Karena negeri ini, tidak boleh selamanya menjadi negara setengah merdeka.
Dirgahayu Indonesia Kita
Merdeka! ????????






