Sengketa Tanah di Desa Tanah Karaeng, Ahli Waris Borra bin Tanaing Bantah Tuduhan Penyerobotan oleh Keturunan Karaeng Manuju
Gowa, poindonews.com - Sengketa tanah di Desa Tanah Karaeng, Kecamatan Manuju, Kabupaten Gowa, semakin memanas dengan tuduhan dan bantahan antara ahli waris almarhum Borra bin Tanaing dan keturunan Karaeng Manuju. Dalam sengketa ini, yang juga melibatkan pejabat pemerintah kabupaten dan Media Gempa Indonesia, ahli waris Borra bin Tanaing menolak klaim penyerobotan tanah yang dilontarkan oleh keturunan Karaeng Manuju.
Ahli waris Borra bin Tanaing menegaskan bahwa klaim tersebut merupakan upaya untuk memutarbalikkan fakta sebenarnya. Mereka mencurigai adanya pemalsuan dokumen dan tindakan penipuan, terutama terkait surat pernyataan dan buku rincik yang mereka klaim palsu. Dugaan ini diperkuat oleh keterangan mantan kepala dusun yang mengaku bahwa bukti rekaman pengambilan rincik oleh Hj. Utta ada di tangan mereka.
Kasus ini telah dilaporkan oleh Hj. Sarintang dengan nomor laporan LP/B/123/II/2024 di Polda Sulsel dan kemudian dilimpahkan ke Polres Gowa. Namun, Polres Gowa menghentikan penyelidikan karena tidak ditemukan bukti yang menguatkan tuduhan tersebut. Ahli waris Borra menambahkan bahwa selama proses di Polres Gowa, pelapor tidak menunjukkan dokumen yang valid.
Kepala Dusun Tanah Karaeng, Muh. Saleh Dg. Nyengka, dan Kepala Desa Tanah Karaeng telah menyaksikan dokumen yang diduga palsu tersebut. Ahli waris Borra menegaskan bahwa tanah yang dikelola oleh leluhur mereka tidak pernah diklaim oleh Karaeng Bila, leluhur keluarga Karaeng Manuju, dan bahwa sebagian besar tanah tersebut dimiliki oleh masyarakat, termasuk oleh almarhum Borra bin Tanaing.
Kejanggalan lain yang diungkap adalah adanya PBB bukti pembayaran pajak seluas 17 hektar tanpa sertifikat atau rincik yang sah. Ahli waris Borra menyatakan bahwa tindakan yang dilakukan oleh keturunan Karaeng Manuju adalah upaya penyerobotan dan perampasan tanah.
Selain itu, ahli waris Borra menyoroti dugaan keterlibatan oknum mafia tanah yang terkait dengan pejabat pemerintah daerah. Mereka menyerukan penyelidikan menyeluruh oleh pihak berwenang, termasuk Presiden, Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), dan Menteri Agraria, terhadap kasus mafia tanah di wilayah tersebut.
Kasus ini juga terkait dengan proyek pembangunan bendungan Je'ne Lata, di mana perbedaan harga tanah antara transaksi yang melibatkan pejabat dan masyarakat biasa menimbulkan kecurigaan akan ketidakadilan dalam proses pembebasan lahan. Ahli waris Borra bin Tanaing mendesak agar keadilan ditegakkan dalam sengketa tanah ini.
(MUH. SYUKUR HUSAIN)