Negara Belum Menetapkan Status Bencana Nasional, Karena Kita Bukan Pulau Jawa?
Artikel ini ditulis oleh: Bob Nasution (Alumnus Universitas Muhammadiyah Tapanuli Selatan)
Padangsidimpuan, 28 November 2025 – Pemerintah pusat belum menetapkan status bencana nasional untuk banjir bandang dan longsor yang melanda banyak kabupaten/kota di Provinsi Sumatera Utara, Aceh dan Sumatera Barat sejak 25 November 2025.
Banyak elemen termasuk beberapa anggota DPR RI telah menyuarakan agar pemerintah pusat menetapkan status bencana nasional sejak bencana ini melanda. Tapi sampai sekarang belum ada keputusan. Kenapa! Apa karena kita bukan Pulau Jawa?
Penetapan status bencana nasional krusial untuk membuka akses bantuan anggaran, logistik dan tenaga ahli dari tingkat nasional. Jika merujuk pada kerangka hukum nasional yang mengatur penanggulangan bencana; Pasal 7 ayat (2) UU Nomor 24 Tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana secara eksplisit menyatakan bahwa Presiden wajib menetapkan status bencana nasional jika dampaknya melampaui kapasitas daerah. Banjir dan longsor di pulau Sumatera ini jelas memenuhi syarat: banyak jalan nasional dan daerah terputus, ribuan hektar sawah terendam, puluhan korban jiwa bahkan masih ada yang belum ditemukan, ratusan rumah rusak berat, puluhan ribu warga mengungsi dan kerugian ekonomi di sektor dagang dan perkebunan mencapai miliaran rupiah.
Peraturan Pemerintah Nomor 21 Tahun 2008 tentang Penyelenggaraan Penanggulangan Bencana juga mengatur untuk pemerintah pusat turun tangan memberikan dukungan jika bencana melebihi kemampuan daerah dalam hal sumber daya manusia, peralatan dan distribusi bantuan.
Tak hanya itu, Peraturan Presiden Nomor 17 Tahun 2018 tentang Penyelenggaraan Penanggulangan Bencana dalam Keadaan Tertentu pun memberikan mekanisme jelas bagi Presiden untuk mengaktifkan status darurat nasional dan mengerahkan aset negara. Mengapa regulasi ini seperti hanya berlaku untuk bencana di Jawa saja? Di sini, daerah berjuang sendiri melawan banjir yang merenggut nyawa dan tempat tinggal banyak warga, bahkan krisis bahan pokok akibat terputusnya akses sudah di depan mata.
Keterbatasan kemampuan pemerintah daerah dalam penanggulangan bencana ini merupakan salah satu dampak besar dari kebijakan efisiensi anggaran pusat yang diterapkan belakangan ini. Pemangkasan APBN untuk daerah serta efisiensi belanja yang ketat, telah membuat kemampuan fiskal daerah saat ini sangat terbatas dalam merespons bencana.
Efisiensi anggaran yang digaungkan pusat justru memukul keras pemerintah daerah, terlebih dalam situasi menghadapi bencana saat ini. APBD untuk penanggulangan bencana tahun 2025 rata-rata dipangkas pada tiap daerah, sedangkan kebutuhan darurat bencana saat ini pasti sangat besar untuk evakuasi, rehabilitasi serta rekonstruksi pasca bencana. Akibatnya, daerah akan kesulitan tanggap bencana dan masyarakat juga yang menderita.
Sumatera bukan meminta belas kasihan, tapi keadilan sesuai undang-undang. Jika bencana seperti ini di Pulau Jawa langsung ditetapkan status bencana nasional dalam waktu singkat, mengapa Sumatera harus menunggu tanpa kepastian di tengah derita? Ini soal prioritas yang timpang.
Hingga artikel ini dirlilis, belum ada respon resmi dari Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) atau Kementerian Dalam Negeri terkait permohonan status bencana nasional di Sumatera.







Biro Tabagsel