JPU SEMAKIN BRUTAL, MUHAMMAD YANI RAMBE SAYANGKAN SIKAP YANG TIDAK MENJAGA WIBAWA KEJAKSAAN NEGERI LABUHANBATU

JPU SEMAKIN BRUTAL, MUHAMMAD YANI RAMBE SAYANGKAN SIKAP YANG TIDAK MENJAGA WIBAWA KEJAKSAAN NEGERI LABUHANBATU

Pengacara Terdakwa Siti Fatimah Harahap menyayangkan sikap Jaksa Penuntut Umum yang tidak serius menangani perkara kliennya yang didakwa melakukan Penganiayaan sebagaimana dimaksud dalam pasal 351 ayat (1) KUHPidana.

 

Muhammad Yani Rambe Pengacara dari Terdakwa SFH  menegaskan ia sangat sedih melihat kondisi penegakan hukum di Labuhanbatu terutama sikap Jaksa Penuntut Umum yang dinilainya ugal-ugalan dan brutal dalam menuntut kliennya di Pengadilan Negeri Rantauprapat, klien saya didakwa dengan pasal penganiayaan tanpa Visum Et Revertum yang ada hubungannya dengan perbuatan yang didakwakan kepada klien saya, klien saya dituduh menganiaya seseorang bernama Juli Wulandari pada tanggal 10 Mei 2022 tapi Visum yang diuraikan dalam surat dakwaan jaksa penuntut umum adalah visum seseorang bernama Johan yang diterbitkan tanggal 19 April 2022, artinya Visum mendahului peristiwa penganiayaan, ini rekayasa brutal yang tidak dapat ditolerir 'ucapnya.

 

Muhammad Yani Rambe dalam Eksepsinya yang dibacakan pada hari Kamis tanggal (22/08/2022) di ruang utama Pengadilan Negeri Rantauprapat menyimpulkan setidaknya ada tiga point yang harus menjadi perhatian diantaranya:

 

  1. Visum et Repertum sebagai keterangan tertulis yang dibuat dokter atas

permintaan tertulis (resmi) penyidik tentang pemeriksaan medis terhadap

seseorang bernama SAKSI JOHAN sama sekali sangat keliru, sebab saksi JOHAN

samasekali tidak ada dalam uraian peristiwa penganiayaan sebagaimana dimuat

dalam surat dakwaan jaksa penuntut umum, yang menjadi korban adalah seseorang bernama Juli Wulandari bukan Johan, bagaimana bisa Penyidik dan JPU bisa menggunakan Visum milik Johan untuk kepentingan Juli Wulandari, ini brutal dan sangat sadis, ucapnya.

 

  1. Bahwa Visum et Repertum yang diterbitkan oleh Pemerintah Kabupaten

Labuhanbatu Utara Dinas Kesehatan UPTD Puskesmas Aek Kota Batu Nomor :

445/2963/PUSK-AKB/IV/2022 tanggal 19 April 2022, yang ditandatangani dan

diperiksa oleh dr. Evarina Herawati Aritonang telah mendahului peristiwa pidana

penganiayaan yang terjadi pada Pada hari Selasa tanggal 10 Mei 2022, semestinya terjadi dulu Peristiwa Pidana baru Visum dapat terbit, ini malah aneh dan ajaib 'tuturnya.

 

  1. Bahwa Pasal yang didakwakan oleh jaksa penuntut umum adalah Pasal 351 ayat

(1) KUHP adalah delik materil (Yang diancam pidana adalah “AKIBAT DARI

PERBUATAN”), yang didakwa melakukan penganiayaan adalah SITI FATIMAH

HARAHAP dan yang menerima akibat adalah seseorang yang Bernama JOHAN padahal JOHAN sama sekali tidak ada dalam uraian peristiwa penganiayaan sebagaimana dalam dalam surat dakwaan jaksa penuntut umum, tiba-tiba muncul nama Johan diujung, emang boleh pinjam pakai Visut Et Revertum? sebut Muhammad Yani Rambe.

 

Menurut Muhammad Yani Rambe surat Dakwaan jaksa penuntut umum sangat mempermalukan lembaga kejaksaan khususnya kejaksaan negeri Labuhanbatu, tak masuk diakal Visum Et Revertum mendahului peristiwa pidana, Visumnya tanggal 19 April 2022 sudah ada sementara peristiwa penganiayaan baru terjadi 10 Mei 2022, Apalagi Visum tersebut bukan milik korban saksi Juli Wulandari tapi milik seseorang bernama Johan, ini sangat memalukan dan tidak bisa ditoleransi karena atas Visum Et Revertum tersebut saat ini klien saya Siti Fatimah Harahap ibu dari tiga orang anak yang masih membutuhkan belaian kasih sayang darinya saat ini dilakukan penahanan di Lapas kelas IIA Rantauprapat, ujarnya.( M.P )